Sabtu, Agustus 16, 2008

Perjalanan Hidup Bp. Lukas Winarno (part 1)

Saya sangat senang dengan adanya blog penatua ini sehingga jemaat bisa mengikuti perjalanan para penatua dan semakin mengenal mereka, dari latar belakang kehidupan sampai Tuhan memanggil mereka di ladangNya. Juga jemaat bisa mengetahui isi hati, beban, mimpi, serta kesaksian-kesaksian dalam perjalanan pelayanan para penatua Abbalove Ministries.


Masa Kecil

Saya lahir di Magetan, sebuah kota kecil di Jawa Timur dekat perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, berada di lereng Gunung Lawu. Kalau saudara pernah mendengar tentang tempat wisata Sarangan dan lapangan udara Iswahyudi, keduanya berada di Kabupaten Magetan.
Saya lahir pada tanggal 15 Agustus 1956 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dalam sebuah keluarga Kristen. Papi dan mami saya adalah anggota Gereja Pantekosta Pusat Surabaya dan mereka sangat mengasihi Tuhan. Saya dan seluruh saudara rajin mengikuti Sekolah Minggu dan kebaktian remaja di gereja. Kami hidup berbahagia dan berkecukupan dengan seorang papi yang bekerja keras dan memiliki banyak usaha. Namun rupanya kehidupan yang tenang dan nyaman ini tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba papi saya jatuh sakit (hernia) dan harus dioperasi. Operasi tersebut gagal dan papi saya tidak tertolong lagi. Ia dipanggil Tuhan pada tahun 1965 dalam usia 43 tahun. Saat itu usia saya 9 tahun, dan adik saya yang terkecil baru berumur 3 bulan. Saya merasakan bahwa Tuhan memanggil papi saya terlalu cepat. Saya pun tidak bisa mengingat terlalu banyak pengalaman hidup bersama papi di masa kecil.

Mami saya bukan seorang pebisnis dan pekerja, beliau hanyalah seorang ibu yang sehari-harinya mengurus dan membesarkan anak-anaknya. Mami tidak pernah terlibat dalam usaha-usaha yang dijalankan oleh papi, sehingga setelah papi meninggal, usahanya tidak ada yang meneruskan dan terpaksa ditutup. Dengan harta (uang) yang tidak banyak, mami saya berusaha membesarkan kami dengan menjual roti. Tiap hari jam 4 pagi, mami pergi dengan kendaraan umum ke Madiun (sekitar 25km dari tempat tinggal kami) untuk "kulakan" roti lalu dijual kembali di Magetan. Kami benar-benar harus hidup sederhana, bahkan pas-pasan, sepeninggal papi. Inilah yang membuat saya memiliki hanya satu tujuan hidup, yaitu pergi ke Jakarta untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, agar dapat membantu mringankan beban mami dalam membesarkan dan menyekolahkan adik-adik saya.


Datang ke Jakarta

Kakak saya yang kedua cukup cerdas, ia mendapatkan gelar juara di sekolah berkali-kali, sehingga tante saya yang tinggal di Jakarta kemudian mengadopsi dia dan membiayai pendidikannya di sebuah universitas di Jakarta. Setelah lulus SMA, saya menyusul kakak ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Saya mendapatkan pekerjaan sebagai seorang salesman di sebuah perusahaan biskuit. Setelah mendapatkan gaji pertama, saya sangat bergairah. Saya segera mengirimkan sebagian besar dari gaji tersebut kepada mami saya, dan saya mulai bekerja lebih keras lagi, sebab hanya ada satu tekad di hati dan pikiran saya: mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk membantu keluarga dan ingin membahagiakan mami.

Sejak saya di Jakarta, saya tidak lagi memperhatikan kehidupan rohani saya dan tidak lagi aktif di dunia gereja. Saya semakin jauh dari Tuhan dan melakukan dosa-dosa seperti orang-orang dunia yang belum mengenal Tuhan. Saat itu sekitar tahun 1976, dan walaupun tiap hari Minggu saya menghadiri ibadah di sebuah gereja, namun sisa waktu saya pergunakan untuk mempelajari ilmu kungfu.

Setelah 3 tahun bekerja, saya mulai melanjutkan pendidikan. Saya kuliah di sebuah universitas, jurusan Akuntansi. Saat itu saya sudah berhenti dari perusahaan biskuit tempat saya dulunya bekerja, dan sedang merintis sebuah usaha baru. Lama-kelamaan, karena perintisan usaha baru ini, saya pun lebih berkonsentrasi pada usaha dan tidak bersemangat lagi untuk meneruskan pendidikan saya.


Tuhan mempertemukan saya dengan pendamping hidup saya

Pada tahun 1981, saya bertemu dan berkenalan dengan Lia Catherina (sekarang menjadi istri saya). Saat pertama kali itu, saya sudah merasa bahwa ia akan menajdi istri saya. Namun masalahnya tidak semudah perasaan saya itu, ternyata Lia tidak suka kepada orang Kristen. Saat itu saya ingat Firman Tuhan yang berkata bahwa terang dan gelap tidak bisa bersatu, maka saya terus berdoa agar Lia bisa percaya kepada Yesus.

Rupanya Tuhan menjawab doa saya. Suatu hari Minggu, saya mengajak Lia menghadiri sebuah kebaktian di gereja dan dia bersedia. Setelah beberapa kali menghadiri kebaktian tersebut, ia mengajak saya untuk mencoba menghadiri kebaktian di gereja lain. Demikianlah kami berkeliling, mencoba berbagai kebaktian di berbagai gereja. Hampir semua gereja yang cukup besar yang terletak di jalan-jalan besar, kami pernah datangi. Singkatnya, akhirnya kami menemukan salah satu gereja di mana Lia mendapatkan tempat yang pas untuk berbakti. Ia merasa home dan enjoy walau kebaktiannya memakan waktu lebih dari 2 jam. Lia mendengarkan kotbah dengan serius dan akhirnya menyerahkan diri untuk dibaptis dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kami pun menikah pada tahun 1983 di catatan sipil, karena saat itu peraturan pemerintah mewajibkan penduduk untuk menikah secara catatan sipil dahulu baru kemudian diberkati di gereja. Pada waktu itu kami tidak mendapatkan bimbingan untuk mempersiapkan pernikahan, sehingga pernikahan kami tidak langsung diberkati di gereja.


Masa awal pertumbuhan rohani

Sejak Lia dibaptis, kami berdua merasakan suatu kehausan dan kelaparan yang luar biasa akan Firman Tuhan. Kami mulai sering mendatangi acara-acara persekutuan doa yang ada di Jakarta. Salah satu di antara persekutuan doa tersebut adalah Persekutuan Doa Penyebaran Injil (PDPI) yang berlokasi di belakang Sarinah, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat. Di sinilah saya mengenal PDPI Filadelfia yang berlokasi di Jl. Mangga Besar IV, yaitu rumah Bp. Sofjan Sutedja, yang kini kita kenal dengan sebutan Abbalove Ministries. Di rumah Pak Sofjan inilah saya mengalami baptisan Roh Kudus dalam sebuah acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR).

Ketika mengalami baptisan Roh Kudus, terjadi perubahan yang dahsyat pada diri saya. Saya yang dulunya minder, gagap dan tidak mampu menyelesaikan sebuah kalimat (apalagi jika di hadapan lebih dari 5 orang), telah diubahkan menjadi benar-benar berbeda. Saat menerima penumpangan tangan dan baptisan Roh Kudus tersebut, saya seolah tidak ingat lagi kondisi lama saya. Setelah beberapa hari, barulah saya menyadari bahwa saya ternyata sudah tidak lagi gagap, bahkan bisa berbicara dengan sangat lancar. Saya juga heran karena ternyata saya berani berbicara di depan banyak orang tanpa rasa minder di hati saya. Selain itu, ada antusiasme yang berkobar-kobar dalam hati saya bagi Yesus. Setiap hari saya bersaksi dan memberitakan Injil kepada siapa saja yang saya jumpai, sampai akhirnya saudara-saudara sepupu saya yang berlatar belakang non-Kristen, bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka.

Sampai waktu itu, saya dan Lia beribadah di 2 tempat, tiap jam 10.00 pagi kami menghadiri ibadah di sebuah gereja di daerah Ketapang lalu tiap jam 14.00 siang kami datang ke rumah Pak Sofjan. Pada tahun 1984 kami mulai melayani Sekolah Minggu yang dibuka di rumah saya. Kami sangat bersuka cita karena banyak anak tetangga yang datang untuk kami bawa kepada Tuhan. Sekolah Minggu ini terus berkembang sampai akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkan kebaktian di Ketapang dan berfokus untuk melayani di Sekolah Minggu ini.


Tangan Tuhan menuntun keluarga saya

Setelah sebelumnya tidak mendapatkan bimbingan pranikah yang benar, akhirnya Tuhan memberikan anugerah sehingga pernikahan saya dan Lia dapat diberkati di gereja pada tahun 1985. Pada tahun 1986, anak pertama kami lahir. Seorang putra yang kami beri nama Amos Decker Winarno. Saat ini Amos sedang menyelesaikan tugas akhirnya di Universitas Pelita Harapan, dan melayani di Ibadah Youth Speed. Pada tahun 1988, anak kedua pun lahir. Kali ini seorang putri, Fernandina Christabel Winarno. Kini ia sedang menempuh semester kelima di Universitas Bina Nusantara, dan melayani di Ibadah TOGA Mangga Dua Square.


Saya percaya, perjalanan sebelum hari ini telah memulai proses Tuhan dalam merajut hidup saya. Dipilih sejak dalam kandungan, dipersiapkan melalui sekolah kehidupan, sampai menggenapi rencanaNya yang sempurna. Pada kesempatan berikutnya saya akan menceritakan perjalanan pelayanan saya serta apa yang menjadi beban dan mimpi-mimpi saya. Tuhan memberkati. (...to be continued...)

Lukas Winarno

1 komentar:

Raymundus Yosibrata,S.Kom,MM. mengatakan...

Bung Pnt Lukas Winarno adalah seorang yang penuh semangat untuk berusaha dengan keras berubah dari seorang mulanya gagap dalam bicara (sesuai dengan kesaksian beliau dalam forum penatua ini)menjadi seorang pembicara hebat yang dipakai Tuhan dengan penuh pengurapan dari Allah, beliau berusaha keras & mau belajar tanpa putus asa mengasah kemampuannya sampai menjadi kemampuan maksimal yang mampu berbicara didepan ribuan orang. Sangat luarbiasa. Tuhan Yesus telah mengubah seorang tokoh yang bernama Lukas Winarno yang pemalu dan minder, kini bagaikan macan panggung (singa yehuda) dari abbalove yang menjadi saksi Kristus bagi kemuliaan Nama Tuhan. Sangat luarbiasa sekali. Rasanya nggak mungkin, tapi Tuhan Yesus adalah Allah yang selalu mungkin bagi orang yang bercita-cita & bertekad untuk sebuah perubahan hidup yang lebih baik. Terima kasih atas kesaksian Pnt.Lukas Winarno, semoga semua jemaat abbalove yang minder & malu bisa dipulihkan jati dirinya setelah membaca kesaksian hidup Bung Lukas yang sangat luar biasa. God bless you Pnt Lukas & Keluarga.