Selasa, Juli 01, 2008

Kesaksian Hidup P'Jeff

1. P’Jeff, tolong ceritakan masa kecil dengan orang tua dan kapan mengenal Tuhan Yesus. P’Jeff lahir di mana dan kapan? Siapakah yang memperkenalkan Yesus kepada P’Jeff dan bagaimana kisah pertobatan P’Jeff sendiri?

Pada bulan November 1948, ayah saya sedang bekerja sebagai staf PBB dalam tugas Pembina Tenaga Kerja Pribumi di kota Rabaul, di pulau New Britain, di Papua Nugini, waktu saya muncul di bumi.

Ayah saya, pada waktu Perang Dunia II adalah dalam Angkatan Laut Australia dan bertugas di perairan Maluku Utara, Sulawesi dan Kalimantan. Hal ini saya tidak tahu sampai tahun 1987 setelah kami sudah lama melayani Tuhan di Sulawesi dan Maluku Utara. Karena ayah sungguh menikmati keindahan alam di daerah tropis dia ingin kembali bekerja di wilayah itu setelah perang selesai. Oleh sebab itu pada waktu ditawarkan bekerja dengan PBB di Papua Nugini dia sangat gembira.

Waktu di Papua Nugini kakak saya, Ron, hampir dimakan buaya dan saya dipagut laba-laba berbisa dan hampir meninggal. Maka ibu saya, tidak mau tinggal terus di PNG dan mau pulang ke Australia. Ketegangan terjadi di antara ayah dan ibu sehingga akhirnya mereka berpisah. Ayah menikah dengan orang lain dan pergi ke New Zealand lalu ibu saya, yang sedang mengandung, bersama dengan kakak saya dan saya terpaksa tinggal dengan Oma kami di North Melbourne, Australia. Oma tidak punya kamar kosong, jadi anjing-anjing dikeluarkan dari kandangnya, lalu kandang dibersihkan dan selama dua tahun berikut rumah kami adalah kandang anjing.

Pada tahun 1956 ibu menikah dengan orang lain, yang juga sudah punya tiga putra yang hampir seumur dengan tiga anak ibu saya. Lalu mereka menambah tiga anak lagi bersama sehingga ada sembilan anak di rumah. Pada tahun 1963, ayah tiri meninggalkan ibu dan menikah dengan bibi saya sehingga untuk kedua kalinya ibu saya bersama anaknya hidup di dalam kemalangan, hanya waktu itu sudah ada sembilan anak!

Dalam kemalangan itu ibu mencari bantuan di Gereja Presbyterian tetapi merasa tidak disambut baik. Dia putus asa. Bagaimana akan bisa memberi makan sembilan anak tanpa uang, pekerjaan atau jaminan apa-apa. Lalu pendeta dari Gereja Anglikan di Ferntree Gully, Rev. Bob Collie, telah mendengar tentang keluarga kami. Dia terkejut waktu berkunjung ke rumah kami. Kasih Kristus dalam hamba Tuhan ini bersama istrinya, Phyllis, mendorongnya untuk membantu keluarga kami.

Pada tahun 1965 ibu mendaftarkan saya ke dalam Kelas Sidi di Gereja Anglikan tetapi saya tidak mau, tetapi ibu memaksa saya dan katakan kami harus membalas kebaikan Gembalanya. Di tengah jalan diadaklan KKR di Gereja yang dipimpin Uskup Melbourne, Geoffrey Sambell.

Malam sebelum KKR ada Malam Doa di Gereja. Tiap anggota dijadwalkan berdoa selama satu jam. Ibu dijadwalkan untuk jam 21.00 – 22.00 – Sabtu Malam. Ibu minta saya ikut tetapi saya tidak mau. Saya lebih senang nonton TV daripada ikut acara doa. “Gereja hanya untuk orang yang akan segera meninggal, bukan?” Itu pendapat saya.

Tahu-tahu, setelah ibu berangkat, saya mematikan TV dan lari mendapatkan ibu sebelum dia tiba di gereja. Tetapi setibanya di Gereja dia menceritakan hal itu kepada Gembala yang menjawab, “Itulah Roh Kudus yang menariknya.” Saya menoleh dan ketawa dan berkata pada diri sendiri, “Tidak ada Roh Kudus, ha! ha! ha!”

Jam sembilan malam ibu dan saya masuk Gereja untuk berdoa. Ada kira-kira lima orang keluar dan sekarang ada kira-kira lima orang baru masuk. Saya bingung. Bagaimana mau berdoa? Ada apa mau jadi? Tetapi semuanya diam sekali. Tidak ada orang yang mengangkat suara.

Untuk isi waktu saya buka buku yang di bangku. Ternyata Alkitab. Saya buka dan mulai baca di Injil Yohanes. Ketika jam 10.00 malam, ibu berbisik, “OK kita sudah boleh pulang.” Kaget-kaget saya menjawab, “Saya belum mau pulang, saya akan tambah waktu!” “Apa? Gila kamu!” saya menjawab diri saya dalam pikiran. Untuk apa saya mau tinggal di gereja?

Saya melanjutkan membaca Injil Yohanes sampai selesai. Ternyata saya tidak mengerti isinya, jadi saya baca lagi, dan baca terus sampai jam 03.00 pagi. Enam jam sudah berlalu saya berada di Malam Doa dan satu menit pun saya belum berdoa! Bahkan saya tidak tahu bagaimana caranya untuk berdoa.

Pada jam 3.00 pagi hari Minggu itu saya keluar dari gereja untuk berjalan pulang. Saya berjalan di jalan yang disebut Station Street dan saya menatap ke langit dan melihat jutaan bintang di langit. Untuk pertama kalinya saya menjadi sadar bahwa mungkin benar-benar ada Allah, lalu untuk pertama kali saya berdoa. Aneh ya? Enam jam di acara doa dan satu kali pun tidak berdoa dan sekarang sementara jalan di jalan saya berdoa karena melihat bintang-bintang yang begitu indah. (Mzm 19).

Saya berdoa: “Allah, kalau sungguh Engkau ada, nyatakan Diri-Mu kepada saya!”

Sepanjang minggu itu saya mengikuti KKR yang disebut Church Mission yang dipimpin Uskup Geoffrey Sambell. Jujur saja, tak ada satu khotbah yang saya mengerti. Pada hari Minggu pagi adalah penutupan KKR dan untuk pertama kali saya telah mengerti sebagian yang dikatakannya yaitu, “Nanti sore saudara-saudara boleh kembali ke Gereja di sini dan saya akan menandatangani kartu saudara.” Wow! Saya juga mau mendapat otograf/tanda-tangan seorang Uskup, jadi saya datang ke Gereja sekitar jam 16.00 sore. Saya masuk antrian untuk mendapatkan otograf Uskup. Saya senang sekali.

Tetapi shok! shok! shok! Waktu mendekat ke Uskup, kira-kira masih tiga orang lagi saya bisa mendengar kata-kata pembicaraan. Ini sungguh shok buat saya!

Uskup berkata kepada orang itu: “Apa sungguh kamu mau bertobat dari dosamu dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?” Ternyata ini antrian bukan untuk otograf tetapi keputusan menjadi orang percaya kepada Yesus! Sungguh saya mau lari tetapi sudah tertangkap! Masih ada dua orang di depan dan ada beberapa orang di belakang. Terlambat untuk lari.

Jadi, dengan teliti saya mendengar janji-janji orang di depan dan jawaban-jawaban mereka lalu pada waktu giliran saya, saya hanya meniru orang-orang yang sebelum saya tadi itu. Kartu otograf ternyata adalah Kartu Keputusan yang ditandatangani baik Uskup maupun saya.

Sekembalinya di rumah saya menangis dan menangis. Untuk pertama kalinya saya sudah merasa diri seorang berdosa. Saya sudah menipu gembala saya, Uskup dan Tuhan. Sepanjang minggu itu rasa berdosa adalah seperti beban berat yang tak terlepaskan. Hari Minggu berikut, sebelum kebaktian, saya datang lebih awal dan berlutut di Gereja dan berdoa: “Tuhan, saya sudah berdosa, ampunilah saya! Tuhan Yesus, saya percaya kepada-Mu, jadilah Juruselamat saya!” Langsung beban dosa diangkat dari hidup saya dan kegembiraan besar dan kehangatan kasih-Nya memenuhi seluruh keberadaan saya lalu saya mendengar suara-Nya: “Aku memanggil engkau menjadi hamba-Ku untuk memberitakan Firman-Ku dan melayani suku-suku lain.”

Pada saat yang sama, kasih karunia keselamatan dianugerahkan kepada saya dan panggilan untuk melayani-Nya juga disampaikan-Nya.

Inilah awal kehidupan saya sebagai seorang Kristen, seorang percaya kepada Yesus.

2. Bagaimana cara P’Jeff mendengar panggilan Tuhan untuk melayani dan bagaimana mentaati panggilan itu?

Pada hari saya bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dalam hidup saya dan sebagai Juruselamat maka panggilan Tuhan diberikan. Itulah langkah pertama. Setelah itu saya sudah konsultasi dengan Gembala saya. Sebagai pendeta Gereja Anglikan dia tentu sudah berpikir ini akan terjadi dalam Gereja Anglikan sehingga dia mengundang saya menjadi pelayan dalam Jemaat dan setiap minggu memakai jubah dan membantu dalam pelayanan ibadah.

Gembala saya juga mendaftarkan saya ke dalam dua kursus Alkitab. Yang pertama adalah Sekolah Alkitab Malam di Ridley Theological College di Melbourne sehingga setiap minggu dia mengantar saya ke ceramahnya Dr. Leon Morris seorang ahli Theolog yang sangat terkenal. Kursus kedua adalah kursus korespondensi dengan Moore Theological College di Sydney sebagai persiapan masuk full-time.

Oleh karena saya sudah putus sekolah setelah SMA 1 karena ekonomi keluarga saya belum akan bisa masuk Sekolah Theologia. Saya harus tamat SMA 3 sebagai persyaratan minim, maka saya kembali ke sekolah.

Karena ekonomi keluarga masih parah, saya harus membiaya diri dalam pendidikan. Pagi-pagi saya membawa koran-koran ke rumah-rumah orang dengan sepeda lalu sore setelah sekolah saya bekerja di Supermarket selama dua jam tiap-tiap hari untuk mengisi rak-rak kosong dengan barang baru dan mengepel lantainya.

Di sekolah saya memimpin persekutuan orang Kristen. Kami mulai dengan 20 orang dan membuat komsel doa dua orang empat hari seminggu (Senin-Kamis) pada waktu jam makan siang (jam 12.00–13.00). Kami berdoa untuk 10 menit baru mencari orang yang duduk sendirian lalu gabung, makan siang dengannya lalu membuka kesempatan bersaksi dan mengundang orang itu untuk mengikuti persekutuan Kristen pada hari Jumat siang. Persekutuan itu bertumbuh dari 20 orang menjadi 50 menjadi 100 bahkan sampai kami membuat KKR di sekolah yang dihadiri sampai 400 murid. Satu hari ada 100 yang maju di depan untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat.

Ini adalah masa Perang Vietnam dan semua orang berumur 20 akan masuk undian masuk tentara. Karena saya masih sekolah saya bisa masuk tentara part-time secara sukarela pada umur 18. Kadang-kadang saya harus ikut latihan selama dua minggu dan tidak dapat ke sekolah dan satu weekend tiap bulan harus mengikuti latihan militer. Namun oleh karenanya, ini menjamin bahwa saya belum akan disuruh ke Vietnam. Di tentara saya perhatikan tidak ada acara kebaktian jadi saya minta agar diizinkan membuka kebaktian ekoimene dan izin diberikan. Semua yang mengikuti latihan itu datang ikut kebaktian-kebaktian itu – orang Yahudi, Katolik dan Protestan datang bersama. Lewat pelayanan di Sekolah dan di tentara, pelayanan saya sebagai hamba Tuhan telah mulai!

Pada tahun 1968 terjadi beberapa peristiwa yang mengarahkan panggilan saya menjadi terfokus pada bangsa Indonesia. Pertama karena ketemu dengan Annette yang sudah mempunyai panggilan Tuhan ke Indonesia sejak tahun 1961 dan yang kedua adalah karena saya ketemu dengan malaikat Tuhan. Malaikat Tuhan dengan sangat jelas menyampaikan panggilan Tuhan untuk saya ke Indonesia sehingga arah panggilan Tuhan sudah menjadi sangat jelas. Oleh karenanya kami mulai membuat persiapan baik di universitas dan Sekolah Alkitab supaya kami siap ke Indonesia. Pada tanggal 10 Oktober 1974, Annette, Matthew (umur 2), Daniel (umur 9 bulan), dan saya tiba di Indonesia untuk mengabdikan diri kepada Tuhan dalam pelayanan-Nya di Indonesia.

3. Kapan dan bagaimana P’Jeff bertemu dengan Ibu Annette yang sevisi dengan panggilan P’Jeff sendiri.

Waktu saya dalam persiapan menjadi pendeta Anglikan saya harus kembali menyelesaikan SMA. Sekolah lama saya, Boronia High School, tidak mau menerima saya karena reputasi saya begitu tidak baik. Di sana saya telah memimpin kelompok judi, menjadi penyalur buku pornografik dan terkenal sebagai tukang berkelahi. Untung, ada sekolah lain, Upwey High School, yang menerima saya.

Setahun lebih awal, Annette, yang tadinya di Oakleigh High School, juga pindah ke Upwey High School untuk Kelas 3 SMA. Selama tahun itu dia mengikuti Persekutan Kristen di Sekolah yang disebut ISCF. Ada kira-kira 25 orang yang ikut tetapi tidak ada calon pemimpin yang di Kelas 2 yang akan mampu menjadi pemimpin tahun berikutnya. Sepanjang tahun itu mereka berdoa supaya Tuhan akan membangkitkan seorang untuk memimpin persekutuan tersebut. Pada akhir tahun mereka mendengar bahwa ada seorang calon pendeta Anglikan yang akan datang ke sekolah itu tahun berikutnya. Annette yang Injili Karismatik kecewa sekali karena dia menganggap gereja Anglikan sudah mati rohani.

Jadi tahun berikut Annette sudah ke Universitas Monash di Melbourne dan saya tiba di SMA Upwey High School. Adik Annette telah mengikuti persekutuan ISCF itu dan Dia memberitahu Annette bahwa dia sudah temukan orang yang paling tepat untuk Annette, yaitu saya. Annette bertanya, “Apa dia tinggi?” Adiknya menjawab, “Tidak!” sehingga Annette berkata, “Kalau begitu dia bukan untuk saya!”

Karena kegerakan rohani yang terjadi di sekolah, Annette semakin tertarik sehingga menulis surat kepada saya menawarkan Grup Penyanyi dari Gerejanya. Tetapi orang lain bilang Annette orang Pentakosta jadi saya tidak membalas suratnya. Saya menganggap dia dari Gereja yang fanatik.

Kemudian Annette diundang ke Sekolah karena dia adalah Juara Sekolah sehingga sebagai kehormatan dia diundang memberi ceramah di kelas Sejarah Australia dan di muka semua siswa/i SMA itu tentang transisi SMA ke Universitas.

Saat Annette masuk pintu kelas Sejarah Australia, kelas saya, dan walaupun saya tidak tahu siapa orangnya, saya langsung sudah tahu bahwa ini calon istri saya! Jantung saya melompat di dalam hati saya dan sepanjang ceramah saya telah bersenyum padanya. Annette sudah perhatikan karena saya justru duduk paling depan dan di tengah. Annette berpikir saya sangat tertarik dengan pelajaran sejarah Australia padahal penceramah yang menjadi pusat perhatian saya. Setelah kelas saya memperkenalkan diri dan meminta nomor teleponnya. Sebulan kemudian saya meminta dia menikah dengan saya dan melayani Tuhan bersama dengan saya. Selanjutnya adalah sejarah .....

4. Apakah keluarga mendukung, saat pertama kali P’Jeff mentaati panggilan Tuhan untuk melayani di ladang misi?

Dengan keadaan keluarga sangat berantakan, keluarga sudah mulai hidup jauh satu dari yang lain. Kakak saya Ron, adik Wendy dan saya masing-masing sudah menikah dan sudah pindah rumah. Ibu juga menikah lagi dan pindah rumah membawa dua anak. Empat saudara masuk lembaga pemasyarakatan. Jadi waktu saya terjun ke dalam pelayanan, pada dasarnya keluarga saya acuh-tak-acuh, dan waktu saya ke Indonesia, tak ada yang bilang apa-apa, apa mendukung atau tidak. Mungkin mereka sudah menganggap bahwa ya itulah Jeff yang gila agama.

5. Bagaimana caranya bisa melayani di Indonesia dan apa saja tantangan yang dihadapi selama melayani di Indonesia.

Dari tahun 1969 di Melbourne kami sudah ketemu Pdt. Hanny Mandey, waktu itu Sekjen GPdI, pada waktu dia berkunjung dan melayani di Gereja kami. Kami sudah membicarakan kerinduan kami untuk melayani di Indonesia. Pada tahun 1973 kembali kami ketemu dengan Pdt. Mandey bahkan menjadi sopirnya untuk mengantar dia ke mana-mana.

Pada waktu MUKERNAS GPdI di Makassar pada bulan Maret 1974, Majelis Daerah GPdI Sulawesi Tengah telah menyampaikan permintaan untuk tenaga pengajar untuk Sekolah Alkitab di Poso, Sulawesi Tengah. Kami segera ditawarkan posisi tersebut dan dengan senang hati kami menerima dan mulai mengurus semua surat yang diperlukan untuk kami berangkat ke Indonesia.

Tantangan pertama kami hadapi waktu tiba adalah perbedaan pendapat di antara para pemimpin. Ada yang mengatakan jangan ke Poso, terlalu primitif. Di sana mereka belum tahu bahasa Indonesia dan harus diajar bahasa Indonesia dulu.

Saya mengambil keputusan untuk pergi melihat sendiri. Oleh rahmat Tuhan, akhirnya kami berangkat ke Poso.

Tantangan berikut adalah bahwa Sekolah Alkitab di Poso sudah mati. Karena kekurangan dana dan tenaga Sekolah itu tidak lagi berjalan. Kami sudah berpikir kami akan mengajar dalam sekolah yang sudah berjalan bukan untuk menghidupkan sekolah yang sudah mati. Kursus pertama dibuka April 1975 di Kayamanya, Poso dengan 20 siswa/i. Walaupun bahasa kami sangat terbatas karena baru 6 bulan di Indonesia, kami mengajar dalam bahasa Indonesia dari awal tanpa penerjemah. Satu hari saya menghafal 1000 kata. Sering saya harus menghafal 100-200 kata per hari untuk dapat mengajarkan pelajaran untuk hari itu, tetapi oleh karenanya kami cepat berkembang dalam kemampuan berbahasa Indonesia. Pada akhir Agustus 1975, baru 10 bulan setelah tiba di Indonesia saya sudah menjadi penerjemah untuk tamu Australia. Memang terpaksa karena tidak ada penerjemah yang lain!

6. Jika menghadapi tantangan, apakah ada tips-tips tertentu yang P’Jeff pakai untuk tetap berkobar-kobar dalam melayani Tuhan?

Dalam menghadapi berbagai tantangan yang kami hadapi dalam pelayanan bahkan sebagai seorang murid Kristus ada beberapa kebenaran yang sangat menolong kami untuk menang dan melihat Tuhan dipermuliakan di tengah-tengah tantangan yang kami alami.

i. Bergaul dengan Yesus. Dengan memiliki hubungan intim dengan Yesus kita akan dapat mengenal suara-Nya (Yoh 10) dan kita tidak akan bingung mengikuti perintah-perintah-Nya, walaupun kadang-kadang kita belum sepenuhnya memahaminya.

ii. Bergaul dengan Firman Tuhan. Dari awal saya menjadi orang percaya, saya melihat Alkitab sebagai surat cinta dari Tuhan kepada saya. Saya membaca, mempelajari berulang-ulang, mencatat, merenungkan, dan menghafal sehingga boleh katakan saya makan, minum, mimpi dan bernafas Firman Tuhan. Dalam menghadapi berbagai tantangan justru Firman yang sudah lama dipelajari dan sudah lama terlupa, tiba-tiba bangkit kembali di dalam ingatan dan memberi jawaban di tengah-tengah tantangan yang dihadapi.

iii. Bersekutu dengan sesama orang percaya dalam Tubuh Kristus. Jawaban dan hikmat Tuhan bagi kita sering disembunyikan di dalam orang lain. Perhatikan dalam Wahyu passl 2 sampai 3 tentang rahasia 7 Sidang Jemaat. Pewahyuan kebenaran tentang dosa, siapa Yesus, pahala dan jawaban tidak diberikan pada satu Sidang saja tetapi dibagikan porsi demi porsi di antara ketujuh Sidang. Artinya, jawaban ditemukan di dalam Tubuh Kristus, di dalam anggota lain, dan kita hanya akan menerima jawaban sepenuhnya kalau kita memiliki hati bergaul, bersekutu dan sekaligus mendengar suara dan hikmat Tuhan yang disampaikan melalui ucapan teman, waktu sharing di komsel atau di ibadah raya.

7. Apa pesan P’Jeff untuk kami semua, terutama para pembaca bila mereka juga mendengar panggilan Tuhan?

Yesus dan Rasul Paulus telah memberi beberapa nasihat yang paling tepat untuk setiap orang lakukan agar memahami dan memastikan panggilan Tuhan dalam hidupnya.

Pertama, Yesus menyatakan dua langkah yang sangat baik dalam Yohanes 10:1-5.

i. Mengenal dan mendengarkan suara-Nya

ii. Menolak dan melarikan diri dari suara lain

Tanpa hubungan intim dengan Yesus kita akan bingung dengan berbagai suara yang menarik kita ke sini atau ke sana tetapi kalau kita sudah praktekkan 4M dan membiasakan diri dengan suara Yesus lewat pergaulan intim, mengenal panggilan Allah akan menjadi langkah otomatis dalam hidup kita.

Dalam Roma 12:1-2 kita diberi beberapa langkah penting oleh Paulus yang menunjukkan bagaimana caranya kita boleh hidup intim dengan Yesus dan mengenal dengan yakin panggilan Tuhan dalam hidup kita:

i. Persembahkan tubuh kita yang kudus kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup

ii. Jangan mengikuti pola dunia tetapi biar pikiranmu dibaharui dengan pikiran Tuhan

Kalau kita mengikuti dua nasihat Yesus dan dua nasihat Paulus ini yang sangat sederhana dan mendasar maka kita akan sanggup menguji kehendak Tuhan yang baik, yang berkenan dan yang sempurna sehingga mengenal panggilan Allah akan mudah bagi kita. Tuhan tidak mau kita bodoh terhadap kehendak-Nya tetapi rahasia mengenal kehendak-Nya adalah mengenal Dia dengan intim!

Dr. Jeff Hammond

Penatua Abbalove

5 komentar:

Norman mengatakan...

Shalom pak Jeff.
Saya ada baca buku On Mission with God yang ditulis oleh Avery T. Willis Jr. dan Henry T. Blackaby.
Mr. Willis pernah berada di Indonesia dan membantu the churches multiply and reproduce disciples in the church-planting movement di Indonesia. Concept yang baik sekali.
Mungkin pak Jeff telah membacanya juga? May God bless all the churches in Indonesia for a revival.

Norman.

Anonim mengatakan...

k ' jeff....
thanks atas ceritanya...
waa.... merasa terberkati ...
kisah hidupnya membuat saya terinspirasi....
Thanks atas ceritanya...
GBu

Anonim mengatakan...

Hallo Bp Joko Harmono,
Saya diberkati bangets dgn kesaksian bapak.
Terus pak, jgn berhenti utk artikel-artikelnya juga hasil perenungan bapak agar di posting ke web ini.
God Bless u...

Teddy Lim

Raymundus Yosibrata,S.Kom,MM. mengatakan...

Terima kasih kepada Mr.Jeff Hammond atas waktu yang diberikan kepada forum Penatua ini, menceritakan sejarah beliau sampai bisa "terdampar" di Indonesia. Saya sangat percaya lewat penyampaian visi Mr.Jeff pada tahun 1983, yaitu visi kepenatuan majemuk, itulah titik awal dari sebuah pergerakan pelayanan Misi Filadelfia ini menuju sebuah Gereja yang tidak egois. Mr.Jeff layaknya sebagai wakil Tuhan untuk membimbing 3 anak muda yang masih dalam taraf belajar menjadi Pendeta yang misioner. Terbukti kelak "asahan pedang samurai" Mr. Jeff bisa mengangkat derajat abbalove ministries ke pentas dunia Internasional. Anda adalah seorang visioner Bung Jeff Hammond. Seorang ahli strategic management yang sangat handal.... God bless you Mr.Jeff Hammond...

Zhi Ming Tian mengatakan...

Syaloom... Cerita yang meneguhkan...

Terimakasih.